KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas nikmat karunia-Nya, maka kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Ekologi
Tumbuhan yang berjudul “Faktor Edaphis Hutan Rawa Gambut”
Kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Terima
kasih dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita
semua.
Pekanbaru,
01 April 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hutan rawa gambut merupakan
kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi
pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada
daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan
gambut setebal 50 cm atau lebih.
Pada umumnya
terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). MenurutSoerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994),
hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi
air gambut yang berasal dari air hujan
(miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa
gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera
dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur,
di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang
ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai
Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian
selatan Papua.
BAB
II
PEMBAHASAN
Hutan
rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic
formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim
yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban,
intensitas cahaya dan angin.
Hutan
rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol
dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara
hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut
Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas
tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang
berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut
Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik
dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan
tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah:
1)
Apabila dalam keadaan
jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan
liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak
mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}%
jika kandungan liat 0−60%.
2) Apabila
tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek
digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik
mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik
dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam
pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut.
Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas,
yaitu:
a. Gambut
dangkal (50−100 cm),
b. Gambut
sedang (101−200 cm)
c. Gambut
dalam (201−300 cm)
d. Gambut
sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH
3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut
dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa
rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan
berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun
umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur
mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup
tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
- Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa
memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan
induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a. Gambut
endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b. Berserat:
Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi
c. Gambut
kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut
kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
1.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang
terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman
atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar
4 m saja, tidak begitu asam
airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral
di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen
relatif tidak banyak dijumpai.
2.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai
gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan
gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya
lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah
sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan,
sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah
gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung
banyak asam humus dan warnanya
coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu
disebut juga sungai air hitam.
C.
Vegetasi Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut
ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang
dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari
bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur
sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu
terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis
pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp,
Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra,
Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon
terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma
sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium
alternifolium).
Menurut
Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu
lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus
bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii),
pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio
sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang
dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis
jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp),
kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam
(Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku
Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp,
Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria
spp.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Hutan
rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic
formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim
yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban,
intensitas cahaya dan angin. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini
dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Secara
kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal
mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9).
Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada
tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH
tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi
tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan
Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis
Kebijakan, 2008).
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut
ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang
dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari
bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur
sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu
terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
DAFTAR
PUSTAKA