Jumat, 23 Mei 2014

MAKALAH EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT (EKOTUM)



MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN
“EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT”

DOSEN PEMBIMBING : Dr. H. ELFIS, M.SI



DISUSUN OLEH :
Maryati, Helda A, Maiyuna I, Dedek DP, Cici KH, Mawaida A, Afdhol Z
   KELAS       :  6B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU 2014



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami dan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada bapak Dr.H. ELFIS M,Si  selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang telah membimbing kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya yang berjudul “Ekosistem Hutan Rawa Gambut”.
            Makalah ini berisikan tentang gambaran umum ekosistem hutan rawa gambut, faktor edaphis dan klimatologis, manfaat , keanekaragaman hayati, dan interaksi yang terjadi di ekosistem hutan rawa gambut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang ekosistem hutan rawa gambut.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penulisan makalah ini dari awal sampai akhir.semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin


                                                                                       Pekanbaru, 19 Mei 2014

                                                                                   
                                                                                               
                                                                                                  Penulis














  BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Konsep Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan.
Keppres No. 32 tahun 1990 dan Undang- undang No. 21 tahun 1992 tentang penataan ruang kawasan bergambut menetapkan kawasan bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang letaknya di bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan tersebut. Peraturan ini perlu diberlakukan lebih efektif lagi, disertai sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya agar lahan rawa gambut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
Berkurang atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, bahkan  menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk, yaitu lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar.
Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi; bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O).
1.1.1        Definisi Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organism juga mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup (Wikipedia). Begitu juga menurut Undang–Undang Lingkungan Hidup (UULH) 1982, yang mengatakan bahwa ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.  
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (elfis,2010).
Suatu ekosistem di katakan dalam keaadan seimbang apabila komposisi di antara komponen - komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Ekosistem yang seimbang,keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya dapat terpelihara. Perubahan ekosistem dapat mempengaruhi keseimbangannya. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alami serta dapat pula karena aktivitas dan tindakan manusia. (Wikipedia, 2009)
1.1.2        Pengertian Ekosistem Hutan Rawa
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya daat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.
Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang  surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman

1.1.3        Pengertian Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Dalam klasifikasi hutan, tipe hutan seringkali disebut dengan formasi yang berbeda antara satu dengan lainnya dalam hal struktur, fisiognomi dan komposisi floristic. Menurut whitmore (1991) formasi yang sama dapat dikenali dari struktur dan fisiognominya, formasi – formasi hutan menempati habitat fisik yang berbeda dan dapat dikenali batas – batasnya secara jelas. Formasi hutan dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik habitat fisiknya. Nama suatu formasi hutan akan mencerminkan tapak tumbuh serta struktur dan fisiognominya (Whitmore, 1990; 1991).
Dalam kategori ekosistem hutan lahan basah, terdapat 3 formasi rawa (hutan yaitu: hutan mangrove (mangrove forest), hutan rawa gambut (peat swamp foret) dan hutan rawa (freshwater swamp forest) (sylvius et al., 1987). Menurut Jacobs (1988), nama hutan rawa gambut seringkali rancu dengan hutan rawa, ditinjau dari segi karakteristik daerah rawanya hutan mangrove selalu berada dalam pengaruh air laut, hutan rawa mendapatkan suplai air yang mengandung cukup hara mineral terlarut dari aliran dan sungai (selain dari air hujan), sedangkan hutan rawa gambut hanya mendapatkan suplai dari air hujan yang sangat miskin akan hara (whitmore, 1991; whitten et al.,1988).
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan  terletak diantara dua sungai besar.
Hutan rawa gambut  terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya berupa cekungan yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka permukaan akan naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi penumpukan nutrient. Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan nutriennya akan keluar, dan yang akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan dangkal dan unsur hara sangat sedikit.
Hutan rawa dan hutan gambut terdapat di dalam satu daerah, dan biasanya hutan gambut merupakan kelanjutan dari hutan rawa. Perbedaannya hanya pada hutan gambut memiliki lapisan gambut, yakni lapisan bahan organic yang tebalmencapai 1-2 m, sedangkan hutan rawa lapisannya hanya sekitar 0,5 m. Kedua hutan ini selalu hijau, dan mempunyai tajuk yang berlapis-lapis dengan berbagai jenis walaupun tidak selengkap hutan hujan. Biasanya didominasi oleh jenis-jenis dikotiledon dan ketinggian dapat mencapai 30 m terutama sebelah tepinya. Semakin ke tengah semakin pendek, bahkan terkadang di tengah bias mencapai tinggi 2 msehingga sering disebut hutan cebol.
Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Berdasarkan kandungan bahan organik, dikenal dua golongan tanah yaitu:
-          tanah mineral yang mengandung bahan organik berkisar antara 15 % sampai dengan 20 %
-          tanah organik yang mengandung bahan organik berkisar antara 20 % sampai dengan 25 % bahkan kadang-kadang sampai 90 %
Tanah gambut menempati cekungan dua sungai besar. Bila cekungan tersebut sempit, gambut yang terbentuk biasanya merupakan gambut dangkal dengan ketebalan 0,5 sampai 1 meter sedang dengan ketebalan  1-2 meter. Jika jarak horizontal kedua tersebut cukup jauh hingga beberapa kilometer, tanah biasanya membentuk kubah gambut (peat dome) yang cukup besar. Pada pembentukan kubah gambut seperti seperti ini, semakin ke tengah kubah gambut, ketebalan gambut akan semakin bertambah sampai mencapai belasan meter (wibisono, et al.,2005).


Sungai
Sungai
Tanah gambut


1.1.4        Karakteristik Hutan Rawa Gambut
Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terusmenerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’.
Asian Wetland Beraue dan Ditjen PHPA (1993) dalam Koesmawadi (1996) mengemukakan bahwa hutan rawa gambut merupakan statu ekosistem yang unik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)      selalu tergenang air
b)      komposisi jenis pohon beraneka ragam, mulai dari tegakan sejenis seperti jenis Calophyllum inophyllum Mix. Sampai tegakan campuran
c)      terdapat lapisan gambut pada lantai hutan
d)     mempunyai perakaran yang khas
e)      dapat tumbuh pada tanah yang bersifat masam.

Berdasarkan bahan induknya, gambut dikelaskan (Buckman dan Brady, 1982) yaitu:
1.      Gambut endapan;
Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam. Karena itu umumnya terdapat jelas di profil bagian bawah. Meskipun demikian, kadang-kadang tercampur dengan tipe gambut lainnya jika lebih dekat dengan permukaan. Gambut ini berciri kompak dan kenyal serta bewarna hijau tua jika masih dalam keadaan aslinya. Kalau kering gambut ini menyerap air sangat lambat dan bertahan tetap dalam keadaan sangat keras dan bergumpal. Gambut ini tidak dikehendaki, karena sifat fisiknya yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman.
2.      Gambut berserat; Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi. Gambut berserat mungkin terdapat dipermukaan timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi, sebagian atau seluruhnya terdapat dalam profil bawah, biasanya terlihat di atas endapan.
3.      Gambut kayuan; Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik. Gambut ini bewarna coklat atau hitam jika basah, sesuai dengan sifat humifikasinya. Kemampuan mengikat air rendah, oleh karena itu gambut kayuan kurang sesuai digunakan untuk persemaian.
Menurut Darmawijaya (180) berdasarkan faktor pembentukannya, gambut digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Gambut ombrogen
Gambut ombrogen terbentuk karena pengaruh curah hujan yang tinggi, dengan air yang tergenang, tanpa perbedaan musim yang mencolok dan pada daerah tropika yang lebat dengan curah hujan lebih dari 3000 mm tiap tahun. Bersifat sangat masam dengan pH 3,0 – 4,5.
2.      Gambut topogen; Gambut topogen terbentuk karena pengaruh topografi, berasal dari tanaman paku-pakuan dan semak belukar dan mempunyai pH yang relatif tinggi.
3.      Gambut pegunungan; Gambut ini terbentuk karena ketinggian tempat gambut, di daerah katulistiwa hanya terbentuk di daerah pegunungan dan iklimnya menyerupai iklim di daerh sedang dengan vegetasi utamanya Sphagnum.
Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga, yakni:
1.      Fibric yang tingkat dekomposisinya masih rendah, sehingga masih banyak mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (kurang dari 0,1), kadar air banyak, berwarna kuning sampai pucat.
2.      Hemic merupakan peralihan dengan tingkat dekomposisi sedang, masih banyak mengandung serabut, berat jenis antara 0,07 – 0,18, kadar air banyak, berwarna coklat muda sampai coklat tua
3.      Sapric yang dekomposisinya paling lanjut, kurang mengandung serabut, berat jenis 0,2 atau lebih, kadar air tidak terlalu banyak dengan warna hitam dan coklat kelam.
Berikut beberapa karakteristik lingkungan abiotik Kawasan hutan Rawa gambut:
a.       Kapasitas Menahan Air
Menurut Suhardjo dan Dreissen  Lahan gambut mampu menyerap air hingga 850% dari berat keringnya. Oleh sebab itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penghambat air saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau. Besarnya kapasitas penahan air lahan gambut menyebabkan penggundulan hutan gambut membuat lingkungan sekitar rawan banjir dan rembesan air laut kedalam tanah.
b.      Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible
Sifat lahan gambut yang kering tak balik maksudnya ketika terjadi alih fungsi lahan gambut dan diganti dengan sistem irigasi dan drainase berupa parit menyebabkan lahan gambut kering dan sulit memunculkan fungsinya kembali sekalipun lahan ini dijadikan hutan lagi. Hal ini disebabkan proses terbentuknya lahan gambut yang rumit dan dalam jangka waktu yang panjang.
c.       Daya hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantar hidrolik (atau daya penyaluran air) secara horizontal cepat. Dalam artian gambut dapat menghantar unsur hara dengan mudah secara horizontal sedangkan daya penyaluran air vertical yang lambat berarti gambut lapisan luar (atas) cenderung kering meskipun bagian bawah hutan rawa gambut sangat basah
d.      Daya tumpu
Pori tanah yang besar dan kerapatan rendah menyebabkan Tanah Gambut memiliki daya tumpu yang lemah. Dengan kata lain tanaman yang tumbuh di hutan ini cenderung murah roboh. Apalagi hutan ini disominasi tumbuhan yang berakar serabut guna mengatur kadar air yang masuk didaerah basah seperti ini.
e.       Mudah Terbakar
Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relative kering dipermukaan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Biasanya kebakaran gambut ini sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut.

1.1.5        Fungsi Hutan Rawa Gambut
 Secara ekologis ekosistem hutan rawa gambut merupakan tempat pemijahan ikan yang ideal selain menjadi habitat berbagai jenis satwa liar termasuk jenis-jenis endemik. Dengan kata lain, hutan rawa gambut merupakan sumber daya biologis yang penting yang dapat dimanfaatkan dan dikonservasi untuk memperoleh manfaat yang lestari. Lahan gambut memiliki peranan hidrologis yang penting karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas yang sangat besar. Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 - 0,9 m3/m3. Dengan demikian lahan gambut dapat mengatur debit air pada musim hujan dan musim kemarau (Murdiyarso et al, 2004).
Nilai penting inilah yang menjadikan lahan rawa gambut harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam termasuk lahan rawa gambut secara bijaksana perlu perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat.
Fungsi dan manfaat ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada Tabel 1.
Fungsi Hutan Rawa Gambut Tropis
Manfaat dan Penggunaan
Pengaturan banjir dan arus larian
Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah hilir. Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang sangat besar. Menurut jenisnya, gambut saprik, hemik, dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus lima puluh satu per seratus), 450-850% (empat ratus lima puluh hingga delapan ratus lima puluh per seratus), dan lebih dari 850% (delapan ratus lima puluh per seratus) dari bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau.
Pencegahan instrusi air laut
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut akan memperoleh manfaat besar dari keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai sumber air tawar untuk irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus guna menghindari atau mitigasi intrusi air asin.
Pasokan air
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut bisa jadi merupakan sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
Stabilisasi iklim
Penyimpanan karbon
Nilai keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga) per hektar per tahun, tidak termasuk nilai intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa gambut di asia tenggara semakin menunjukkan peran pentingnya sebagai bank gen, terutama karena semakin menyusutnya peran hutan dataran rendah akibat kegiatan pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai jenis satwa, lahan gambut menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya pada wilayah yang bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
habitat hidup liar
Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Habitat tumbuhan
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui
Bentang alam
Hutan rawa gambut menempati kawasan yang khusus pada bentang alam dataran rendah, membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari tipe vegetasi khas pada hutan bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran sungai serta pertemuan dengan hutan rawa air tawar
Alam liar
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar yang luar biasa, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga untuk pengembangan pariwisata alam.
Sumber hasil alam
Rawa gambut menyediakan sumber alam yang luar biasa, termasuk berbagai jenis tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata) dan meranti (shorea spp).
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat sekitar terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga 80% (delapan puluh per seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan mereka terhadap usaha pertanian.

1.1.6        Komponen Penyusun Hutan Rawa Gambut
a.       Komponen Biotik
Kekhasan lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat hanya spesies tertentu yang mampu bertahan di lingkungan ekosistem ini. Berdasarkan sub ekosistem yang ada pada ekosistem ini (akan dibahas kemudian) beberapa tipe komponen biotik yang dapat hidup disekitar kawasan ekosistem ini adalah sebagai berikut :
1.      Sub ekosistem sungai
Ikan, Udang, Siput, dan hewan sungai lain.
Ganggang dan lumut
Tumbuhan air seperti enceng gondok
2.       Subekosistem lahan Salin
Mangrove dan nipah
Ganggang dan lumut
Siput dan lain-lain
3.      Subekosistem Rawa Gambut
Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa gambut sumsel, dan gajah sumatera)
Berbagai macam spesies burung
b.      Komponen Abiotik
1.      Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
2.      Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hu jan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyu sut pada musim kemarau.
3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan sperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada ke dalaman 80 - 120 cm dibawah permukaan tanah

1.1.6.1  Jenis-Jenis Flora Hutan Rawa Gambut
Tanah gambut memiliki kadar asam yang tinggi sehingga menyebabkan keterbatasan nutrient terutama pada bagian kubah gambut, menjadikan hutan rawa gambut memiliki struktur yang khas. Pada bagian tepi umumnya didominasi jenis-jenis tumbuhan yang tinggi dengan diemeter yang besar serupa  dengan hutan dataran rendah lainnya dan berubah menjadi pohon-pohon dengan diameter lebih kecil di pusat kubah. Kekayaan jenis juga semakin menurun kearah pusat kubah.

Zona vegetasi di hutan rawa gambut
No
Tipe vegetasi
Kedalaman gambut
Genera yang dominan
1
Hutan rawa gambut campuran
< 2m
Koompassia, Durio
2
Hutan meranti papaya
2-5m
Shorea, Swintonia
3
hutan padang suntai
>5m
Palaquium, Swintonia

Vegetasi yang tumbuh di gambut ombrogen memiliki karakteristik zonasi yang berlapis menuju pusat kubah gambut (peat dome). Vegetasi yang tumbuh bervariasi mulai hutan gambut campuran dengan lebih dari 100 jenis di zona terluar tegakan murni satu jenis, misalnya Shorea di zona tengah (Whitmore, 1990; 1991; sylvius et al.,1987; Wetland, 2005; wahyunto et al., 2005). Karena permukaan gambut ombrogen berbentuk kubah dan satu – satunya masukan hara berasal dari air hujan, terdapat kecenderungan penurunan kandungan hara menuju pusat gambut, terutama fosfat (P) dan kalium (K). kecenderungan penurunan kesuburan kea rah pusat daerah gambut tercermin dari keadaan vegeasinya, antara lain (Wetland,2005; Wahyunto et al., 2005):
1)      Penurunan tinggi tajuk
2)      Penurunan total biomass per unit luas
3)      Penurunan diameter/keliling jenis – jenis tertentu
4)      Peningkatan ketebalan daun sebagai akibat dari adaptasi tumbuhan terhadap tanah miskin hara.
5)      Ditemukannya jenis – jenis indicator tanah miskin hara yang makin berlimpah terutama kantung semar (Nepenthes sp.)
Terdapat flora fauna yang memiliki tingkat biodiversiti yang tinggi dan diantaranya terancam punah dan dilindungi. Dengan berdasarkan berbagai penelitian dari para pakar yang meneliti habitat ekosistem Hutan rawa Gambut Semenanjung Kampar disimpulkan terdapat berbagai flora dengan dominasi  kayu Meranti (Shorea sp), Kempas (Koompassia malacensis Maig),  Bitangur (Galophyllum spp), balam (palagium sp), resak (Vatica wallichii), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas), Pandan (Pandanus sp), sagu hutan (Metroxylon sagu),  dll.  Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini masih relatif baik (Unit KSDA Riau, 2000; Tjut Johan Sugandawati et all, 2005, Percakapan pribadi Jonotoro, 2006).  Beberapa jenis diantaranya  dilindungi menurut IUCN, CITES dan Undang-Undang Pemerintah RI seperti sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Jenis Flora Dilindungi di kawasan Gambut
No
Nama Jenis
Status
1
Gonystylus bancanus  Kurz (ramin)
Appendix II, Anotasi 1 (CITES) *
2
Shorea teysmaniana Dyer (meranti lilin)
EN A1 (IUCN) *
3
Vatica pauciflora  Blume (resak paya)
EN A1 (IUCN) *
4
Shorea platycarpa  Heim (meranti kait)
CR A1 Cd (IUCN) ***
5
Shorea albida Sym (meranti alan)
EN A1 (IUCN) **
6
Anisoptera marginata   Korth (mersawa)
EN A1 (IUCN) **
7
Shorea ovalis ssp ovalis  Blume (meranti sabut)
EN A1 (IUCN) **
8
Shorea uliginosa  Foxw (meranti bakau)
VU A1 Cd (IUCN) *
9
Koompassia malacensis Maig (Kempas)
EN A1 (IUCN) *
9
Cystostachys lakka  Becc (palem merah)
Peraturan Pemerintah Republik  Indonesia Nomor 7, tahun 1999 *
10
Nephentes  spp (kantung semar)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7, tahun 1999 *

1.1.6.2  Jenis-Jenis Fauna Hutan Rawa Gambut
Terdapat fauna/satwa penting dan beberapa diantaranya dilindungi seperti   harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis),  harimau dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus),  dan napu (Tragulus napu). Terdapat beberapa jenis primata dan dilindungi seperti seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), dan Kokah (Presbytis melalophos).  Terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan toman, gabus, lele,  toman, silais, tapa, buju, patin, baung dan ada jenis ikan yang dilindungi seperti ikan arowana (Schleropages formosus). Selain itu, terdapat  Reptil yang dilindungi seperti  buaya sinyulong (Tomistoma Schlegelii) dan buaya muara (Crocodylus porosus).
Berdasarkan data dari JIKALAHARI, berikut merupakan tabel flora dan fauna di hutan rawa gambut Riau
           
Nama Area
Status/ Luas (Ha)/
Sk
Potensi Flora
Potensi Fauna
Letak
Administrasi
Tantangan Kawasan
Suaka
Margasatwa
Kerumutan
Suaka Margasatwa

SK. Mentan No.
350/Kpts/II/6/1979
Luas: 93,222.20
Meranti(Shorea.SP),
Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Perupuk
(Solenuspermum
javanicum), Nipah
(Nypa fructicons),
Rengas (Gluta
Rengas), Pandan
(Pandanus sp) dll.
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Harimau
Dahan (Neofelis nebulosa),
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus), Owa
(Hylobates moloch), Burung
Enggang (Buceros
rhinochero) Monyet
(Macacafa scicularis),
Kuntul Putih (Egretta
intermedia), Ikan Arowana
(Schleropages formosus) dll
Kec. Kuala
Kampar Kab.
Pelalawan,
Kab. Inderagiri
Hulu,
Kab.Inderagiri
Hilir
1. Sungai Kerumutan yang
terdapat didalam kawasan
merupakan jalur
transportasi umum
masyarakat sekitar
kawasan sehingga
kawasan Suaka marga
satwa Kerumutan rawan
gangguan antara lain:
perambahan, pencurian
kayu dalam kawasan dan
terdapat pondok/baganbagan
pencari ikan yang
terdapat sepanjang sungai
Kerumutan
2. Masih terbatasnya
sarana & prasarana
pengamanan kawasan.
Suaka Marga
Satwa Danau
Pulau Besar/
Danau Bawa
Suaka Margasatwa
SK. Mentan No.
846/Kpts/Um/II/1980
(Seluas 25.000 Ha).
SK. Menhutbun No.
668/Kpts-II/1999
Tgl. 26 Agustus
1999.
Luas : 28,237.50
Meranti(Shorea.SP),
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Kempas
(Koompassia
malacensis Maig)
Bitangur
(Galophyllum spp),
Pinang Merah
(Cyrtotachys lakka),
Nipah (Nypa
fructicons), Pandan
(Pandanus sp) dll
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Rusa (Cervus
timorensi), Burung Enggang
(Buceros rhinocheros), Kera
Ekor Panjang (Macacafa
fascicularis), Biawak
(Varanus salvtor), Ikan
Arowana (Schleropages
formosus) dll
Kec. Siak Kab.
Siak
1. Bagian Utara dan Barat
awasan rawan gangguan:
mengingat kawasan ini
berbatan langsung dengan
areal HTI
2.Pencurian/penangakapan
ikan di dalam kawasan
oleh masyarakat sekitar
kawasan.
Suaka
Margasatwa
Tasik Tanjung
Padang
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
(SK. TGHT Propinsi
Riau seluas 4.500
Ha)
SK. Menhutbun No.
349/Kpts-II/1999
Tgl. 26 Mei 1999
Luas : 4,925.00
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Meranti(Shorea.SP),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Punak
(Tetramerista glabra
miq), Kempas
(Koompassia
malacensis Maig),
Bitangur
(Galophyllum spp) dl
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Rangkong
(Rhytorus undu latus), Raja
Udang (Helcyon capensis),
Biawak (Varanus salvtor)
Kecamatan
Sungai Apit
Kabupaten
Siak
1. Perambahan/ pencurian
kayu di dalam kawasan
2. Masih Terbatasnya
sarana dan prasarana
pengamanan kawasan
Suaka
Margasatwa
Bukit Batu
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
(SK. TGHT Propinsi
Riau) seluas 24.000
Ha.
SK. Menhutbun No.
482/Kpts-II/1999
Tgl. 29 Juni 1999
Luas : 21,500.00
Kelat (Eugenia spp),
Meranti(Shorea.SP),
Bitangur
(Galophyllum spp),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Ramin
(Gonystillus
bancanuskurtz),
Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Pisang-pisang
(Gonystillus
bancanus), Durian
Hutan (Durio SP)
Balam (Palaqium
Gulta), dll
Buaya Muara (Crocodylus
porosus), Harimau Loreng
Sumatra (Panthera tigris
sumatrensis), Siamang
(Syimphalangus
syndactitylus). Kera Ekor
Panjang (Macaca
fescicularis), Beruk (Macaca
nemestrina), Rangkong
(Rycticeros undulates), Babi
Hutan (Sus scrofa), dll
Kecamatan
Bukit Batu
Kabupaten
Bengkalis
1. Kawasan Suaka
Margasatwa Bukit Batu
ini rawan gangguan
mengingat letaknya
berbatasan langsung
dengan areal HPH
2. Perambahan /
pencurian kayu dan
penangakapan ikan di
dalam kawasan
3. Pembuatan jalan
Pemda Kabupaten
Bengkalis yang melintas /
membelah kawasan
Suaka
Margasatwa
Tasik
Besar/Tasik
Metas
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
Luas : 3,200.00
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Meranti(Shorea.SP),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Kempas
(Koompassia
malacensis Maig),
Bitangur
(Galophyllum spp), dll
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),Burung
Enggang (Buceros
rhinoceros, Harimau Loreng
Sumatra (Panthera tigris
sumatrensis), Kera Ekor
Panjang (Macaca
fescicularis), Beruk (Nacaca
nemestrina) Belibis
(Dendrocygna javanica),
Enggang (Buceros
rhinoceros), Kuntul (Egretta
spp), Ikan Arowana
(Schleropages formosus)dll.
Kab. Pelalawan
1. Pencurian kayu dan
penangkapan ikan di
dalam kawasan
2. Sarana dan prasarana
pengamanan kawasan
masih sangat terbatas
3. Kawasan ini belum di
tata batas.
Suaka
Margasatwa
Giam Siak
Kecil
Suaka Margasatwa
SK Gubernur KDH
TK.I No 342/XI/1983
Tanggal 3
Nopember 1983
Luas : 50,000.00
Giam (Cotylelobium
malaxanum),
Meranti(Shorea.SP),
Geronggang
(Cratoxylon
celebicum), Nibung
(Oncosperma
tiggilarium), Pulai
(Alstonia spp), dll.
Gajah (Elephas maximus),
Harimau Dahan (Neofelis
nebulosa), Harimau Loreng
Sumatra (Panthera tigris
sumatrensis), Rusa (Cervus
timorensi), Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Enggang (Buceros
rhinoceros),Buaya Muara
(Crocodylus porosus), dll.
Kab. Siak dan
Kab. Bengkalis
1. Penyerobotan lahan
dan pencurian kayu di
dalam kawasan
2. Pemukiman dalam
kawasan sudah ada ada
sebelum penunjukan
kawasan
Pembuatan jalan Pemda
Kabupaten Bengkalis
yang melintas/ membelah
kawasan
Hutan Wisata
Sungai Dumai
Hutan Wisata
SK. Gubernur KDH
TK.I Riau No.
85/I/1985 dan SK
Menhut No. 154 /
Kpts-II/1990 Tgl. 10
April 1990
Luas : 4,712.50
Dipterocarpaceae,
Anacardiaciae,
Euphorbeaceae,
Myrtaceae,
Sapotaceae, dll
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris sumatrensis),
Harimau Dahan (Neofelis
nebulosa), Babi Hutan (Sus
scrofa), Kera Hitam (Macaca
fescicularis), Tupai
(Callosciurus notanus),
Ungko (Hylobates agilis),
Trenggiling (Manis javanica),
Rusa (Cervus timorensi),
Siamang (Syimphalangus
syndactitylus) Musang
(Cynogale benneti),
Rangkong (Rhyticeros undu
latus), Enggang (Buceros
rhinoceros), Kutilang
(Pycnonots aurigaster), Ular
(Sanca SP), Biawak
(Varanus salvtor), dll
Kota Dumai
Kawasan hutan Wisata
Sungai Dumai yang
terletak dekat dengan
kota Dumai dan
pemukiman masyarakat
merupakan kawasan
rawan gangguan.
Adapun tantangn dan
tekanan terhadap
Kawasan Hutan Wisata
Sungai Dumai meliputi :
Perambahan,
penyerobotan lahan dan
pencurian kayu dalam
kawasan disamping itu
juga overlaping
pemnfaatan lahan/ijin
pakai dengan kegiatan
pertambangan PT. Caltex
Pacific Indonesia


1.1.7        Perubahan Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut adalah hutan yang paling banyak menyimpan CO2 diantara semua hutan. Formasi hutan dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik habitat fisiknya. Hutan rawa gambut merupakan suatu formasi hutan yang diberi batasan lebih dikarenakan oleh habitatnya yang khusus dari pada oleh struktur dan fisiognominya. Hutan rawa gambut di daerah tropika umumny memiliki flora yang khusus dan terbatas jenisnya (Whitmore, 1990; 1991)
Saat ini, sudah banyak terjadi perubahan pada ekosistem hutan rawa gambut. Pembukaan hutan rawa gambut untuk Perkebunan sawit dan HTI yang terjadi saat ini sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistim. Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi saat ini dapat dipastikan merupakan rangkaian dari kegiatan pembukaan lahan (land clearing) untuk perkebunan skala sedang dan besar (perusahaan), Hutan Tanaman Industri (HTI), usaha pertanian rakyat serta kegiatan kehutanan lainnya.
Hutan alam yang tersisa di Propisi Riau pada tahun 2007 seluas 2.478.734 Hektar, 65 % di dominasi oleh hutan rawa gambut, sementara hutan dataran rendah kering yang tersisa hanya berada pada kawasan konservasi dan daerah yang sedang diperjuangkan untuk di konservasi. Disisi lain praktek-praktek pemanfaatan dan pengelolaan hutan alam dilapangan, saat ini tidak dapat menjamin hutan alam yang tersisa di Riau dapat dipertahankan.
Proses Deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 5 tahun (2002-2007) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 1,044,044 Juta hectare.
Pada tahun 2002 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 43% (3,523,155 hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8,225,199 Ha (8.265.556,15 hektar setelah dimekarkan). Pada tahun 2007 hutan alam yang tersisa hanya 2,479,111 ha (30% dari luasan daratan Riau). Selama Priode ini, Propinsi Riau rata-rata kehilangan 208,808 hektar/tahun dan selama periode 2005 - 2006 saja hutan alam yang hilang mencapai 384,577 hectare.
Seiring semangkin berkurangnya hutan lahan kering dataran rendah Riau, hutan Rawa Gambut kini benar benar terancam. Tutupan hutan alam Lahan gambut/ Rawa gambut di Provinsi Riau pada tahun masih 2002 masih 2,280,198 ha. Pada tahun 2007 hutan alam Lahan Gambut/ Rawa gambut di Propinsi ini hanya 1,603,008 ha. Selama Priode ini, Propinsi Riau rata-rata kehilangan 135,438 hektar/tahun dan dalam waktu 5 tahun (2002-2007) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam Lahan Gambut/ Rawa gambut seluas 677,190 hectar atau 19% dari total hutan alam yang tersisa di tahun 2002.


1.1  Faktor Edaphis Dan Klimatologis Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Gambut adalah bahan tanah yang tidak mudah lapuk, terdiri dari bahan organik yang sebagian besar belum terdekomposisi atau sedikit terdekomposisi serta terakumulasi pada keadaan kelembaban yang berlebihan.
Menurut sistem kalsifikasi taksonomi tanah (USDA, 1975) tanah gambut termasuk kedalam ordo histosol, yaitu tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 % tekstur pasir atau lebih dari 30 % tekstur liat. Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Menurut sistem klasifikasi tersebut, ordo histosol berdasarkan bahan asal dan tingkat perombakannya dibedakan menjadi empat sub-ordo, yaitu folist, fibrist, hemist dan saprist. Sub-ordo tersebut berdasarkan kandungan atau ketebalan bahan penciri dan temperaturnya dibedakan menjadi beberapa kelompok besar. Untuk daerah tropika nama-nama kelompok besar antara lain : tropofolist, tropofibrist, tropohemist dan troposaprist. Kelompok besar ini secara umum mempunyai perbedaan temperatur rata-rata musim panas dan dingin kurang dari 50 C.
Vegetasi bahan pembentuk tanah gambut dipengaruhi oleh keadaan iklim, kualitas dan tata air tempat pembentukannya. Di daerah dataran tinggi dengan suhu yang dingin bahan organik yang terbentuk lebih halus dan mudah melapuk daripada di dataran rendah atau pantai. Vegetasi rawa atau air semula berupa rumput-rumputan yang membentuk bahan organik lebih dahulu di lapisan bawah, untuk kemudian ditimbun oleh bahan vegetasi yang lebih besar di atasnya. Oleh karena itu, tanah gambut mempunyai lapisan-lapisan dengan perbedaan kualitas karena vegetasi yang memberikan bahan organik berbeda (Suhardjo, 1983).
Selanjutnya Suhardjo (983) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik tanah gambut ditentukan oleh tingkat dekomposisi atau kematangan bahan organik pembentuk gambut. Tingkat kematangan gambut ini dicirikan oleh kandungan serat bahan organik tersebut. Yang dimaksud serat adalah potongan atau kepingan jaringan tumbuhan yang tertahan oleh jaring dengan ukuran mesh 100, tidak termasuk akar hidup dan struktur jaringannya masih dapat dikenali.
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Gambut yang dipengaruhi air sungai, payau atau air laut lebih kaya unsur hara dibandingkan dengan gambut yang hanya tergantung air hujan saja. Kualitas air mempengaruhi kesuburan gambut yang terbentuk. Sedangkan tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh kandungan N, K2O, P2O5, CaO dan kadar abu. Semakin tinggi nilai-nilai tersebut semakin tinggi kesuburannya (Fleischer dalam Supraptohardjo,1974).
A.    Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a.       Gambut endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b.      Berserat: Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi
c.       Gambut kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
1.      Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2.      Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
 

1.1  Pola Rantai Makanan, Jaring-Jaring Makanan, Piramida Makanan, Biomasa, Piramida Makanan Pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Dalam ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis dengan bantuan air, karbondioksida,  klorofil dan cahaya matahari. Mahluk hidup lain memperoleh makanan dengan proses interaksi dengan mahluk hidup lain melalui pola-pola interaksi tertentu. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup tanpa peran mahluk hidup lain.  Salah satu bentuk interaksi antar mahluk hidup tersebut adalah proses makan dan dimakan yang jika disusun secara berurutan akan membentuk suatu rantai makanan.
a.      Rantai Makanan
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen,  konsumen, dan dekomposer.  Berikut adalah contoh sebuah rantai makanan.
Pada rantai makanan tersebut terjadi proses makan dan dimakan dalam urutan tertentu yaitu rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan ular dan jika ular mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.
Tiap tingkat dari rantai makanan dalam suatu ekosistem disebut tingkat trofik. Pada tingkat trofik pertama adalah organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof dengan kata lain sering disebut produsen. Organisme yang menduduki tingkat tropik kedua disebut konsumen  primer (konsumen I). Konsumen I biasanya diduduki oleh hewan herbivora. Organisme yang menduduki tingkat tropik ketiga disebut konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan pemakan daging (carnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi disebut konsumen puncak.

Dengan demikian, pada rantai makanan tersebut dapat dijelaskan bahwa :
1.      Rumput bertindak sebagai produsen.
2.      Belalang sebagai konsumen I (Herbivora)
3.      Katak sebagai konsumen II (Carnivora)
4.      Ular sebagai konsumen III/konsumen puncak (Carnivora)
5.      Jamur sebagai dekomposer.
b.      Jaring-jaring Makanan
Rantai makanan merupakan gambar peristiwa makan dan dimakan yang sederhana.  Kenyataannya dalam satu ekosistem tidak hanya terdapat satu rantai makanan, karena satu produsen tidak selalu menjadi sumber makanan bagi satu jenis herbivora, sebaliknya satu jenis herbivora tidak selalu memakan satu jenis produsen. Dengan demikian, di dalam ekosistem terdapat rantai makanan yang saling berhubungan membentuk suatu jaring-jaring makanan.

Jadi apakah jaring-jaring makanan itu? Jaring-jaring makanan merupakan sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan. Perhatikan contoh jaring-jaring makanan berikut!

c.       Piramida Makanan
Seumpama katak pada contoh rantai makanan di atas dihilangkan, apa yang akan terjadi? Kemungkinan yang terjadi adalah jumlah belalang akan meningkat karena tidak ada pemangsanya. Kebalikannya jumlah ular akan berkurang karena tidak ada makanan. Yang terjadi berikutnya adalah belalang pun akan banyak yang mati karena jumlah rumput tidak bisa memenuhi kebutuhan makan belalang yang jumlahnya bertambah banyak.
Dari ilustrasi di atas, sebuah ekosistem akan seimbang dan terjaga kelestariannya apabila jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen I, jumlah konsumen I harus lebih banyak daripada konsumen II, dan seterusnya. Apabila kondisi tersebut digambarkan maka akan terbentuk suatu piramida makanan. Berikut adalah contoh piramida makanan dari jaring-jaring kehidupan di atas.
Kita sebagai mahluk hidup senantiasa bergantung pada mahluk hidup lain. Seperti kalian ketahui di atas, bahwa keseimbangan ekosistem sangat penting bagi kelangsungan hidup mahluk hidup. Untuk itu kita harus arif dan bijak dengan tidak melakukan perusakan lingkungan demi keseimbangan alam dan kelangsungan hidup kita. Mari cintai lingkungan hidup kita mulai dari yang terdekat dengan menjaga kelestarian alam di sekitar kita.


BAB II
EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
KABUPATEN SIAK
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Propinsi Riau terletak di pesisir Timur pulau Sumatra, secara georafis sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Sumatera Utara; sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatera Barat; sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka; sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Sumatera Utara. Propinsi Riau terhampar dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka, terletak antara 010 05' 00’’ Lintang Selatan sampai 02025'00’’ Lintang Utara atau antara 100 00'00’’ Bujur Timur sampai 105005'00’’ Bujur Timur. Daerah Propinsi Riau terdiri dari 9 kabupaten (Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis dan Rokan Hilir) dan 2 kota yaitu Kota Pekanbaru (Ibukota Provinsi Riau), dan Kota Dumai.
Propinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatra 4,044 juta ha1 (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatra atau 45% dari luas daratan Propinsi Riau). Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong yang paling tinggi di seluruh Sumatera bahkan se-asia tenggara.
2.1.1 Lokasi Hutan Rawa Gambut
Provinsi Riau sangat kaya akan tanah gambut, hampir ¾ dari luas wilayah Riau terdiri atas hutan rawa gambut. Kuliah lapangan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami ekosistem hutan rawa gambut, sehingga dilakukanlah penelitian yang dimulai dari Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Setelah itu menuju ke Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelelawan dengan melewati beberapa desa seperti Desa Olak, Desa Tunang Kec. Siak Kab.Siak, Desa Merempan Hulu, dll.
Penelitian dilakukan di lima (5) lokasi, yaitu:
-          lokasi pertama adalah sungai Mandau Desa Olak, Kabupaten Siak
  Di Lokasi ini terdapat kanal ukuran 2 meter
-          lokasi kedua dan ketiga masih di Desa Olak Kabupaten Siak
 Di lokasi ini terdapat kanal yang lebih besar yang digunakan oleh pompon untuk mengangkut batang tanaman akasia yang kemudian akan dibawa oleh mobil tronton ke pabrik-pabrik seperti PT. INDAH KIAT PULP AND PAPER ataupun pabrik PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP) yang kemudian akan diolah menjadi berbagai jenis kertas dan tisu lalu diekspor ke Eropa.


2.1.2 Pemanfaatan Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Hutan Rawa gambut yang ada di  Riau merupakan  56,1 % dari total hutan rawa gambut di Indonesia ( 18,586 juta ha). Laju kerusakan hutan di Indonesia rata-rata 2,5 juta ha/tahun, sedangkan Riau memberi kontribusi rata-rata 150.000 ha pertahun kurun waktu 8 tahun sejak 1998-2006.  Laju kerusakan hutan tersebut tertutama disebabkan oleh penghancuran hutan secara legal maupun illegal. Saat ini kawasan hutan Riau yang mengalami degradasi yang cukup parah adalah kawasan hutan rawa gambut dan oleh karena itu akan terjadi kebakaran hutan dan lahan yang hebat setiap tahunnya. Indonesiapun dituduh sebagai negara perusak hutan tercepat dunia (Green peace 2007)  dan penyumbang emisi no 3 dunia.
Kerusakan hutan gambut di Riau merupakan akibat dari salah dalah memanfaatkan lahan tersebut. Dengan kata lain, pengalihan fungsi hutan rawa gambut pasti akan diikuti dengan perubahan ekosistem yang sangat cepat dan ditandai dengan meningkatnya intensitas malapetaka bagi manusia.
Berdasarkan fakta di lapangan, hampir seluruh hutan rawa gambut di Riau Kabupaten Siak sudah terdegradasi menjadi hutan tanam industry (HTI) oleh perusahaan-perusahaan untuk kepentingan pribadi. HTI telah membuka kanal-kanal di kawasan penyangga, jika tidak dapat dikelola secara baik akan berdampak buruk pada kawasan ekosistem ini yaitu akan mengeluarkan pyrite-zat asam, nutrien, dan melepas karbon sehingga berdampak rusaknya ekosistem ini dan pemanasan global. Selain itu jika water table menurun, maka terjadi perubahan suhu dan kelembaban di lapisan gambut dekat permukaan, sehingga mempercepat proses pelapukan. Selain itu terjadi intrusi air laut  sehingga flora dan fauna akan hilang dan menjadi kawasan yang sangat kritis. Limin (1998) menyatakan walaupun pelapukan bahan organik tersebut menghasilkan hara bagi tanaman, pelapukan juga menghasilkan asam organik yang berpengaruh lebih kuat dan dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman.

2.2 Jaring-Jaring Makanan Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Rantai makanan adalah Jalur makan dan dimakan dari organisme pada suatu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya yang membentuk urutan dan arah tertentu.
            Berdasarkan Jikalahari rantai makanan di hutan rawa gambut yang sehat adalah
Darat :
 


Air :

Keterangan:
Produsen: Fitoplankton
Konsumen I: Zooplankton
Konsumen II: Ikan Kecil
Konsumen III: Ikan Besar
Top Predator: Biawak
            Sedangkan rantai makanan di hutan rawa gambut yang telah terdegradasi adalah:
Darat :

Keterangan:
Produsen: Tumbuhan
Konsumen: Burung
Top Predator: Biawak

Air :


Keterangan:
Produsen: Fitoplankton
Konsumen I: Zooplankton
Konsumen II: Ikan
Top Predator: Biawak
            Matahari adalah sumber utama energi bagi kehidupan di Bumi. Tanpa itu, tidak akan mampu bertahan. Akibatnya, makhluk hidup telah berevolusi secara khusus untuk memanfaatkan energi matahari dan menggunakannya untuk kesejahteraan sendiri mereka. Mereka juga telah mengembangkan hubungan khusus dan interaksi yang memungkinkan energi dapat ditransfer. Setelah energi dapat diterima, itu akan diedarkan melalui berbagai organisme di daerah tertentu. Ini transfer energi yang kemudian disebut jaring makanan.
            Berdasarkan Jikalahari jaring – jaring makanan di hutan rawa gambut yang sehat adalah
Darat :
Air :



Sedangkan jarring - jaring makanan di hutan rawa gambut yang telah terdegradasi adalah:
Darat :



Air :


2.3 Interaksi Antara Tumbuhan Pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut
·         Simbiosis komensalisme adalah hubungan antara dua jenis organisme yang berbeda spesies dimana salah satu spesies diuntungkan,sedangkan spesies yang lain tidak dirugikan.pada hutan rawa gambut yang kami kunjungi kami menemukan contoh tanaman yang bersimbiosis mutualisme yaitu tanaman bunga anggrek sebagai tumbuhan epifit pada akasia dan liliana yang membelit pada tanaman pandan berduri.




·         Simbiosis parasitisme adalah hubungan antara organisme yang berbeda spesies dimana akibat dari hubungan tersebut terdapat pihak yang dirugikan (inang) dan pihak yang diuntungkan (parasit).contohnya serangga yang membuat sarang pada pohon sehingga pohon jadi berlubang dan lama kelamaan akan lapuk.


·         Kompetisi
Terjadi karena persaingan mahkluk hidup untuk memperoleh kebutuhan hidup dan kekuasaan salah satu atau semua hal tersebut.contohnya pohon akasia dimana Terjadi perebutan hara antar sesama akasia,hal ini dikarenakan dihutan gambut sangat miskin hara dan hanya didominasi oleh serasah yang tebal kedalamannya hampir 10 m.
2.5 Piramida Biomassa

    Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.

Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.



2.6 Piramida makanan

Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan perbandingan komposisi jumlah biomassa dan energi dari produsen sampai konsumen puncak dalam suatu  ekosistem. Dalam ekosistem yang seimbang jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat I, jumlah konsumen tingkat II lebih banyak daripada konsumen tingkat III, demikian seterusnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap tingkatan makanan. Jika rantai makanan digambarkan dari produsen sampai konsumen tingkat tinggi, maka akan terbentuk suatu piramida makanan.   


Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang semakin tinggi, jumlahnya semakin sedikit.

Piramida makanan di darat!
     
   
Piramida makanan di air!

 
BAB 3

KESIMPULAN



Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya daat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.

Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang  surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman.

Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan  terletak diantara dua sungai besar.
  




DAFTAR PUSTAKA



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar