MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN
“EKOSISTEM HUTAN RAWA
GAMBUT”
DOSEN PEMBIMBING : Dr. H.
ELFIS, M.SI
DISUSUN OLEH :
Maryati, Helda A,
Maiyuna I, Dedek DP, Cici KH, Mawaida A, Afdhol Z
KELAS : 6B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU 2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami dan terimakasih
yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada bapak Dr.H. ELFIS M,Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang telah membimbing kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya yang berjudul
“Ekosistem Hutan Rawa Gambut”.
Makalah ini berisikan tentang
gambaran umum ekosistem hutan rawa gambut, faktor edaphis dan klimatologis,
manfaat , keanekaragaman hayati, dan interaksi yang terjadi di ekosistem hutan
rawa gambut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang ekosistem hutan rawa gambut.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penulisan
makalah ini dari awal sampai akhir.semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita.Amin
Pekanbaru, 19 Mei 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Konsep Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Lahan rawa gambut di Indonesia cukup
luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa
gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%,
Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa
yang didominasi oleh tanah gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan
lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya
sehingga harus dilindungi dan dilestarikan.
Keppres No. 32 tahun 1990 dan Undang-
undang No. 21 tahun 1992 tentang penataan ruang kawasan bergambut menetapkan
kawasan bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang letaknya di bagian hulu
sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung, yang berfungsi sebagai
penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di
kawasan tersebut. Peraturan ini perlu diberlakukan lebih efektif lagi, disertai
sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya agar lahan rawa gambut dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
Berkurang
atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan,
bahkan menyebabkan banjir pada musim
hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman
saluran untuk mengatasi banjir, dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat
pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk, yaitu lahan
pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya
menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar.
Hutan rawa gambut mempunyai nilai
konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi
hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan
lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan
frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi; bahkan lahan gambut tidak
hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya
seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O).
1.1.1
Definisi
Ekosistem
Ekosistem adalah
suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem
bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara
segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi
timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik
sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organism juga
mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup
(Wikipedia).
Begitu juga menurut Undang–Undang Lingkungan Hidup (UULH) 1982, yang mengatakan
bahwa ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi
tempat berlangsungnya sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh
komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (elfis,2010).
Suatu ekosistem di katakan dalam keaadan seimbang apabila
komposisi di antara komponen - komponen tersebut dalam keadaan seimbang.
Ekosistem yang seimbang,keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya
dapat terpelihara. Perubahan ekosistem dapat mempengaruhi keseimbangannya.
Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alami serta dapat pula karena
aktivitas dan tindakan manusia. (Wikipedia, 2009)
1.1.2
Pengertian
Ekosistem Hutan Rawa
Rawa merupakan sebutan untuk
semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya daat bersifat musiman
ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya antara lain:
durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma
sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan,
palem-paleman dan berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau
(Panthera tigris),
Orang utan (Pongo pygmaeus), rusa (Cervus unicolor),
buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak,
gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.
Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan
rawa dibedakan dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang
surut/rawa pedalaman
1.1.3
Pengertian
Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Dalam klasifikasi hutan, tipe
hutan seringkali disebut dengan formasi yang berbeda antara satu dengan lainnya
dalam hal struktur, fisiognomi dan komposisi floristic. Menurut whitmore (1991)
formasi yang sama dapat dikenali dari struktur dan fisiognominya, formasi –
formasi hutan menempati habitat fisik yang berbeda dan dapat dikenali batas –
batasnya secara jelas. Formasi hutan dapat dikelompokkan berdasarkan
karakteristik habitat fisiknya. Nama suatu formasi hutan akan mencerminkan
tapak tumbuh serta struktur dan fisiognominya (Whitmore, 1990; 1991).
Dalam kategori ekosistem
hutan lahan basah, terdapat 3 formasi rawa (hutan yaitu: hutan mangrove
(mangrove forest), hutan rawa gambut (peat swamp foret) dan hutan rawa
(freshwater swamp forest) (sylvius et al., 1987). Menurut Jacobs (1988), nama
hutan rawa gambut seringkali rancu dengan hutan rawa, ditinjau dari segi
karakteristik daerah rawanya hutan mangrove selalu berada dalam pengaruh air
laut, hutan rawa mendapatkan suplai air yang mengandung cukup hara mineral
terlarut dari aliran dan sungai (selain dari air hujan), sedangkan hutan rawa gambut
hanya mendapatkan suplai dari air hujan yang sangat miskin akan hara (whitmore,
1991; whitten et al.,1988).
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang
biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswamp).
Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan
organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic
(Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan
terletak diantara dua sungai besar.
Hutan rawa gambut terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya
berupa cekungan yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka
permukaan akan naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan
tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi
penumpukan nutrient. Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan nutriennya
akan keluar, dan yang akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan dangkal dan
unsur hara sangat sedikit.
Hutan rawa dan hutan gambut terdapat di dalam satu daerah, dan biasanya
hutan gambut merupakan kelanjutan dari hutan rawa. Perbedaannya hanya pada
hutan gambut memiliki lapisan gambut, yakni lapisan bahan organic yang
tebalmencapai 1-2 m, sedangkan hutan rawa lapisannya hanya sekitar 0,5 m. Kedua
hutan ini selalu hijau, dan mempunyai tajuk yang berlapis-lapis dengan berbagai
jenis walaupun tidak selengkap hutan hujan. Biasanya didominasi oleh
jenis-jenis dikotiledon dan ketinggian dapat mencapai 30 m terutama sebelah
tepinya. Semakin ke tengah semakin pendek, bahkan terkadang di tengah bias
mencapai tinggi 2 msehingga sering disebut hutan cebol.
Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun
dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang
telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi
taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue:
jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan
organik). Berdasarkan
kandungan bahan organik, dikenal dua golongan tanah yaitu:
-
tanah
mineral yang mengandung bahan organik berkisar antara 15 % sampai dengan 20 %
-
tanah
organik yang mengandung bahan organik berkisar antara 20 % sampai dengan 25 %
bahkan kadang-kadang sampai 90 %
Tanah gambut menempati cekungan dua sungai besar. Bila
cekungan tersebut sempit, gambut yang terbentuk biasanya merupakan gambut
dangkal dengan ketebalan 0,5 sampai 1 meter sedang dengan ketebalan 1-2 meter. Jika jarak horizontal kedua
tersebut cukup jauh hingga beberapa kilometer, tanah biasanya membentuk kubah
gambut (peat dome) yang cukup besar. Pada pembentukan kubah gambut seperti
seperti ini, semakin ke tengah kubah gambut, ketebalan gambut akan semakin
bertambah sampai mencapai belasan meter (wibisono, et al.,2005).
Sungai
|
Sungai
|
Tanah gambut
|
1.1.4
Karakteristik
Hutan Rawa Gambut
Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat
yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah
pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di
antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang
dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air.
Penumpukan bahan organik secara terusmenerus menyebabkan lahan gambut membentuk
kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat
asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama ‘sungai
air hitam’.
Asian Wetland
Beraue dan Ditjen PHPA (1993) dalam Koesmawadi (1996) mengemukakan bahwa hutan
rawa gambut merupakan statu ekosistem yang unik mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a)
selalu
tergenang air
b)
komposisi
jenis pohon beraneka ragam, mulai dari tegakan sejenis seperti jenis
Calophyllum inophyllum Mix. Sampai tegakan campuran
c)
terdapat
lapisan gambut pada lantai hutan
d)
mempunyai
perakaran yang khas
e)
dapat
tumbuh pada tanah yang bersifat masam.
Berdasarkan bahan induknya,
gambut dikelaskan (Buckman dan Brady, 1982) yaitu:
1. Gambut endapan;
Gambut
endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam. Karena itu umumnya
terdapat jelas di profil bagian bawah. Meskipun demikian, kadang-kadang
tercampur dengan tipe gambut lainnya jika lebih dekat dengan permukaan. Gambut
ini berciri kompak dan kenyal serta bewarna hijau tua jika masih dalam keadaan
aslinya. Kalau kering gambut ini menyerap air sangat lambat dan bertahan tetap
dalam keadaan sangat keras dan bergumpal. Gambut ini tidak dikehendaki, karena
sifat fisiknya yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman.
2. Gambut berserat; Gambut ini
mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat
dekomposisi. Gambut berserat mungkin terdapat dipermukaan timbunan bahan
organik yang belum terdekomposisi, sebagian atau seluruhnya terdapat dalam
profil bawah, biasanya terlihat di atas endapan.
3. Gambut kayuan; Gambut kayuan biasanya
terdapat dipermukaan timbunan organik. Gambut ini bewarna coklat atau hitam
jika basah, sesuai dengan sifat humifikasinya. Kemampuan mengikat air rendah,
oleh karena itu gambut kayuan kurang sesuai digunakan untuk persemaian.
Menurut Darmawijaya (180)
berdasarkan faktor pembentukannya, gambut digolongkan menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Gambut ombrogen
Gambut
ombrogen terbentuk karena pengaruh curah hujan yang tinggi, dengan air yang
tergenang, tanpa perbedaan musim yang mencolok dan pada daerah tropika yang
lebat dengan curah hujan lebih dari 3000 mm tiap tahun. Bersifat sangat masam
dengan pH 3,0 – 4,5.
2. Gambut topogen; Gambut
topogen terbentuk karena pengaruh topografi, berasal dari tanaman paku-pakuan
dan semak belukar dan mempunyai pH yang relatif tinggi.
3. Gambut pegunungan; Gambut ini
terbentuk karena ketinggian tempat gambut, di daerah katulistiwa hanya
terbentuk di daerah pegunungan dan iklimnya menyerupai iklim di daerh sedang
dengan vegetasi utamanya Sphagnum.
Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah
gambut dibedakan menjadi tiga, yakni:
1. Fibric yang tingkat
dekomposisinya masih rendah, sehingga masih banyak mengandung serabut, berat
jenis sangat rendah (kurang dari 0,1), kadar air banyak, berwarna kuning sampai
pucat.
2. Hemic merupakan peralihan
dengan tingkat dekomposisi sedang, masih banyak mengandung serabut, berat jenis
antara 0,07 – 0,18, kadar air banyak, berwarna coklat muda sampai coklat tua
3. Sapric yang dekomposisinya
paling lanjut, kurang mengandung serabut, berat jenis 0,2 atau lebih, kadar air
tidak terlalu banyak dengan warna hitam dan coklat kelam.
Berikut
beberapa karakteristik lingkungan abiotik Kawasan hutan Rawa gambut:
a.
Kapasitas Menahan Air
Menurut Suhardjo dan Dreissen Lahan gambut mampu
menyerap air hingga 850% dari berat keringnya. Oleh sebab itu, gambut memiliki
kemampuan sebagai penghambat air saat musim hujan dan melepaskan air saat musim
kemarau. Besarnya kapasitas penahan air lahan gambut menyebabkan penggundulan
hutan gambut membuat lingkungan sekitar rawan banjir dan rembesan air laut
kedalam tanah.
b.
Kering Tak Balik (Hydrophobia
Irreversible
Sifat lahan gambut yang kering tak balik maksudnya ketika
terjadi alih fungsi lahan gambut dan diganti dengan sistem irigasi dan drainase
berupa parit menyebabkan lahan gambut kering dan sulit memunculkan fungsinya
kembali sekalipun lahan ini dijadikan hutan lagi. Hal ini disebabkan proses
terbentuknya lahan gambut yang rumit dan dalam jangka waktu yang panjang.
c.
Daya hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantar hidrolik (atau daya penyaluran air) secara horizontal
cepat. Dalam artian gambut dapat menghantar unsur hara dengan mudah secara
horizontal sedangkan daya penyaluran air vertical yang lambat berarti gambut
lapisan luar (atas) cenderung kering meskipun bagian bawah hutan rawa gambut
sangat basah
d.
Daya tumpu
Pori tanah yang besar dan kerapatan rendah menyebabkan
Tanah Gambut memiliki daya tumpu yang lemah. Dengan kata lain tanaman yang
tumbuh di hutan ini cenderung murah roboh. Apalagi hutan ini disominasi
tumbuhan yang berakar serabut guna mengatur kadar air yang masuk didaerah basah
seperti ini.
e.
Mudah Terbakar
Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relative kering
dipermukaan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Biasanya kebakaran gambut
ini sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut.
1.1.5
Fungsi
Hutan Rawa Gambut
Secara ekologis ekosistem
hutan rawa gambut merupakan tempat pemijahan ikan yang ideal selain menjadi
habitat berbagai jenis satwa liar termasuk jenis-jenis endemik. Dengan kata
lain, hutan rawa gambut merupakan sumber daya biologis yang penting yang dapat
dimanfaatkan dan dikonservasi untuk memperoleh manfaat yang lestari. Lahan
gambut memiliki peranan hidrologis yang penting karena secara alami berfungsi
sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas yang sangat besar.
Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 -
0,9 m3/m3. Dengan demikian lahan gambut dapat mengatur debit air pada musim
hujan dan musim kemarau (Murdiyarso et al, 2004).
Nilai penting inilah yang menjadikan
lahan rawa gambut harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Untuk
dapat memanfaatkan sumberdaya alam termasuk lahan rawa gambut secara bijaksana
perlu perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan
yang tepat.
Fungsi
dan manfaat ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak
langsung bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada
Tabel 1.
Fungsi Hutan Rawa Gambut Tropis
|
Manfaat dan Penggunaan
|
Pengaturan
banjir dan arus larian
|
Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah hilir.
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang
sangat besar. Menurut jenisnya, gambut saprik, hemik, dan fibrik dapat
menampung air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus lima puluh satu per
seratus), 450-850% (empat ratus lima puluh hingga delapan ratus lima puluh
per seratus), dan lebih dari 850% (delapan ratus lima puluh per seratus) dari
bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan
sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat
menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada
musim kemarau.
|
Pencegahan
instrusi air laut
|
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut akan
memperoleh manfaat besar dari keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai
sumber air tawar untuk irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus
guna menghindari atau mitigasi intrusi air asin.
|
Pasokan
air
|
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut
bisa jadi merupakan sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan
irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
|
Stabilisasi iklim
|
|
Penyimpanan
karbon
|
Nilai keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap
diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga) per hektar per tahun, tidak termasuk nilai
intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-bahan farmasi yang dapat
dipasarkan secara internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa gambut di
asia tenggara semakin menunjukkan peran pentingnya sebagai bank gen, terutama
karena semakin menyusutnya peran hutan dataran rendah akibat kegiatan
pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai jenis satwa, lahan gambut
menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya pada wilayah yang
bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
|
habitat
hidup liar
|
Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis,
ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai
jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem
gambut. Di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima
puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat
endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga
merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai
ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi
maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes),
jelawat, dan tapah (wallago leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk
dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang
luar biasa dan tidak tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi
secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera
(panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera
(elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut
dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam
appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
|
Habitat
tumbuhan
|
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan
telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi,
misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan
ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak
kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis
pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang
pernah diketahui
|
Bentang
alam
|
Hutan rawa gambut menempati kawasan yang khusus
pada bentang alam dataran rendah, membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari
tipe vegetasi khas pada hutan bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran
sungai serta pertemuan dengan hutan rawa air tawar
|
Alam
liar
|
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar yang
luar biasa, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan
modal yang sangat berharga untuk pengembangan pariwisata alam.
|
Sumber
hasil alam
|
Rawa gambut menyediakan sumber alam yang luar
biasa, termasuk berbagai jenis tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi
tinggi, seperti ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata) dan
meranti (shorea spp).
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa
ketergantungan masyarakat sekitar terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga
80% (delapan puluh per seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan
mereka terhadap usaha pertanian.
|
1.1.6
Komponen
Penyusun Hutan Rawa Gambut
a.
Komponen
Biotik
Kekhasan lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat
hanya spesies tertentu yang mampu bertahan di lingkungan ekosistem ini.
Berdasarkan sub ekosistem yang ada pada ekosistem ini (akan dibahas kemudian)
beberapa tipe komponen biotik yang dapat hidup disekitar kawasan ekosistem ini adalah sebagai berikut :
1. Sub ekosistem sungai
Ikan, Udang, Siput, dan hewan sungai lain.
Ganggang dan lumut
Tumbuhan air seperti enceng gondok
2. Subekosistem lahan Salin
Mangrove dan nipah
Ganggang dan lumut
Siput dan lain-lain
3. Subekosistem Rawa Gambut
Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa
gambut sumsel, dan gajah sumatera)
Berbagai macam spesies burung
b. Komponen Abiotik
1. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa
yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang
dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang
kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
2. Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang
genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hu jan di daerah
cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyu sut
pada musim kemarau.
3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya
air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan sperti ini,
endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada ke
dalaman 80 - 120 cm dibawah permukaan tanah
1.1.6.1
Jenis-Jenis
Flora Hutan Rawa Gambut
Tanah gambut memiliki kadar asam yang tinggi sehingga menyebabkan
keterbatasan nutrient terutama pada bagian kubah gambut, menjadikan hutan rawa
gambut memiliki struktur yang khas. Pada bagian tepi umumnya didominasi
jenis-jenis tumbuhan yang tinggi dengan diemeter yang besar serupa dengan hutan dataran rendah lainnya dan
berubah menjadi pohon-pohon dengan diameter lebih kecil di pusat kubah.
Kekayaan jenis juga semakin menurun kearah pusat kubah.
Zona vegetasi di hutan rawa gambut
No
|
Tipe vegetasi
|
Kedalaman gambut
|
Genera yang dominan
|
1
|
Hutan rawa gambut campuran
|
< 2m
|
Koompassia, Durio
|
2
|
Hutan meranti papaya
|
2-5m
|
Shorea, Swintonia
|
3
|
hutan padang suntai
|
>5m
|
Palaquium, Swintonia
|
Vegetasi yang tumbuh di gambut ombrogen memiliki karakteristik zonasi
yang berlapis menuju pusat kubah gambut (peat dome). Vegetasi yang tumbuh
bervariasi mulai hutan gambut campuran dengan lebih dari 100 jenis di zona
terluar tegakan murni satu jenis, misalnya Shorea di zona tengah (Whitmore,
1990; 1991; sylvius et al.,1987; Wetland, 2005; wahyunto et al., 2005). Karena
permukaan gambut ombrogen berbentuk kubah dan satu – satunya masukan hara
berasal dari air hujan, terdapat kecenderungan penurunan kandungan hara menuju
pusat gambut, terutama fosfat (P) dan kalium (K). kecenderungan penurunan
kesuburan kea rah pusat daerah gambut tercermin dari keadaan vegeasinya, antara
lain (Wetland,2005; Wahyunto et al., 2005):
1) Penurunan
tinggi tajuk
2) Penurunan
total biomass per unit luas
3) Penurunan
diameter/keliling jenis – jenis tertentu
4) Peningkatan
ketebalan daun sebagai akibat dari adaptasi tumbuhan terhadap tanah miskin
hara.
5) Ditemukannya
jenis – jenis indicator tanah miskin hara yang makin berlimpah terutama kantung
semar (Nepenthes sp.)
Terdapat flora fauna yang memiliki tingkat biodiversiti yang tinggi dan
diantaranya terancam punah dan dilindungi. Dengan berdasarkan berbagai
penelitian dari para pakar yang meneliti habitat ekosistem Hutan rawa Gambut
Semenanjung Kampar disimpulkan terdapat berbagai flora dengan
dominasi kayu Meranti (Shorea sp), Kempas (Koompassia malacensis Maig), Bitangur (Galophyllum spp), balam (palagium sp), resak (Vatica wallichii),
Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun javanicus),
Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas), Pandan (Pandanus
sp), sagu hutan (Metroxylon sagu), dll. Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan ini masih relatif baik (Unit KSDA Riau, 2000; Tjut
Johan Sugandawati et all, 2005, Percakapan pribadi Jonotoro, 2006).
Beberapa jenis diantaranya dilindungi menurut IUCN, CITES dan
Undang-Undang Pemerintah RI seperti sebagai berikut:
Tabel 1.
Daftar Jenis Flora Dilindungi di kawasan Gambut
No
|
Nama Jenis
|
Status
|
1
|
Gonystylus bancanus Kurz (ramin)
|
Appendix II, Anotasi 1 (CITES) *
|
2
|
Shorea teysmaniana Dyer (meranti lilin)
|
EN A1 (IUCN) *
|
3
|
Vatica pauciflora Blume (resak paya)
|
EN A1 (IUCN) *
|
4
|
Shorea platycarpa Heim (meranti kait)
|
CR A1 Cd (IUCN) ***
|
5
|
Shorea albida Sym (meranti alan)
|
EN A1 (IUCN) **
|
6
|
Anisoptera marginata Korth (mersawa)
|
EN A1 (IUCN) **
|
7
|
Shorea ovalis ssp ovalis Blume
(meranti sabut)
|
EN A1 (IUCN) **
|
8
|
Shorea uliginosa Foxw (meranti bakau)
|
VU A1 Cd (IUCN) *
|
9
|
Koompassia malacensis Maig (Kempas)
|
EN A1 (IUCN) *
|
9
|
Cystostachys lakka Becc (palem merah)
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7,
tahun 1999 *
|
10
|
Nephentes spp
(kantung semar)
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7, tahun
1999 *
|
1.1.6.2
Jenis-Jenis
Fauna Hutan Rawa Gambut
Terdapat fauna/satwa
penting dan beberapa diantaranya dilindungi seperti harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), harimau dahan (Neofelis
nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), dan napu (Tragulus
napu). Terdapat beberapa jenis primata dan dilindungi seperti seperti
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina),
dan Kokah (Presbytis melalophos). Terdapat berbagai jenis ikan
seperti ikan toman, gabus, lele, toman, silais, tapa, buju, patin, baung
dan ada jenis ikan yang dilindungi seperti ikan arowana (Schleropages
formosus). Selain itu, terdapat Reptil yang dilindungi seperti
buaya sinyulong (Tomistoma Schlegelii) dan buaya muara (Crocodylus porosus).
Berdasarkan data dari
JIKALAHARI, berikut merupakan tabel flora dan fauna di hutan rawa gambut Riau
Nama Area
|
Status/ Luas (Ha)/
Sk
|
Potensi Flora
|
Potensi Fauna
|
Letak
Administrasi
|
Tantangan Kawasan
|
Suaka
Margasatwa
Kerumutan
|
Suaka Margasatwa
SK. Mentan No.
350/Kpts/II/6/1979
Luas:
93,222.20
|
Meranti(Shorea.SP),
Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Perupuk
(Solenuspermum
javanicum), Nipah
(Nypa fructicons),
Rengas (Gluta
Rengas), Pandan
(Pandanus
sp) dll.
|
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Harimau
Dahan (Neofelis
nebulosa),
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Owa
(Hylobates moloch),
Burung
Enggang (Buceros
rhinochero) Monyet
(Macacafa scicularis),
Kuntul Putih (Egretta
intermedia), Ikan Arowana
(Schleropages
formosus) dll
|
Kec. Kuala
Kampar Kab.
Pelalawan,
Kab. Inderagiri
Hulu,
Kab.Inderagiri
Hilir
|
1. Sungai Kerumutan yang
terdapat didalam kawasan
merupakan jalur
transportasi umum
masyarakat sekitar
kawasan sehingga
kawasan Suaka marga
satwa Kerumutan rawan
gangguan antara lain:
perambahan, pencurian
kayu dalam kawasan dan
terdapat
pondok/baganbagan
pencari ikan yang
terdapat sepanjang sungai
Kerumutan
2. Masih terbatasnya
sarana & prasarana
pengamanan
kawasan.
|
Suaka Marga
Satwa Danau
Pulau Besar/
Danau
Bawa
|
Suaka Margasatwa
SK. Mentan No.
846/Kpts/Um/II/1980
(Seluas 25.000 Ha).
SK. Menhutbun No.
668/Kpts-II/1999
Tgl. 26 Agustus
1999.
Luas
: 28,237.50
|
Meranti(Shorea.SP),
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Kempas
(Koompassia
malacensis Maig)
Bitangur
(Galophyllum spp),
Pinang Merah
(Cyrtotachys lakka),
Nipah (Nypa
fructicons), Pandan
(Pandanus
sp) dll
|
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Rusa (Cervus
timorensi), Burung Enggang
(Buceros rhinocheros),
Kera
Ekor Panjang (Macacafa
fascicularis), Biawak
(Varanus salvtor),
Ikan
Arowana (Schleropages
formosus) dll
|
Kec. Siak Kab.
Siak
|
1. Bagian Utara dan Barat
awasan rawan gangguan:
mengingat kawasan ini
berbatan langsung dengan
areal HTI
2.Pencurian/penangakapan
ikan di dalam kawasan
oleh masyarakat sekitar
kawasan.
|
Suaka
Margasatwa
Tasik Tanjung
Padang
|
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
(SK. TGHT Propinsi
Riau seluas 4.500
Ha)
SK. Menhutbun No.
349/Kpts-II/1999
Tgl. 26 Mei 1999
Luas
: 4,925.00
|
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Meranti(Shorea.SP),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Punak
(Tetramerista glabra
miq), Kempas
(Koompassia
malacensis Maig),
Bitangur
(Galophyllum
spp) dl
|
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis), Rangkong
(Rhytorus undu latus),
Raja
Udang (Helcyon
capensis),
Biawak
(Varanus salvtor)
|
Kecamatan
Sungai Apit
Kabupaten
Siak
|
1. Perambahan/ pencurian
kayu di dalam kawasan
2. Masih Terbatasnya
sarana dan prasarana
pengamanan
kawasan
|
Suaka
Margasatwa
Bukit
Batu
|
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
(SK. TGHT Propinsi
Riau) seluas 24.000
Ha.
SK. Menhutbun No.
482/Kpts-II/1999
Tgl. 29 Juni 1999
Luas
: 21,500.00
|
Kelat (Eugenia spp),
Meranti(Shorea.SP),
Bitangur
(Galophyllum spp),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Ramin
(Gonystillus
bancanuskurtz),
Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Pisang-pisang
(Gonystillus
bancanus), Durian
Hutan (Durio SP)
Balam (Palaqium
Gulta), dll
|
Buaya Muara (Crocodylus
porosus), Harimau Loreng
Sumatra (Panthera
tigris
sumatrensis), Siamang
(Syimphalangus
syndactitylus). Kera Ekor
Panjang (Macaca
fescicularis), Beruk (Macaca
nemestrina), Rangkong
(Rycticeros undulates),
Babi
Hutan
(Sus scrofa), dll
|
Kecamatan
Bukit Batu
Kabupaten
Bengkalis
|
1. Kawasan Suaka
Margasatwa Bukit Batu
ini rawan gangguan
mengingat letaknya
berbatasan langsung
dengan areal HPH
2. Perambahan /
pencurian kayu dan
penangakapan ikan di
dalam kawasan
3. Pembuatan jalan
Pemda Kabupaten
Bengkalis yang melintas /
membelah
kawasan
|
Suaka
Margasatwa
Tasik
Besar/Tasik
Metas
|
Suaka Margasatwa
SK. Menhut No.
173/Kpts-II/1986
Tgl. 6 Juni 1986
Luas
: 3,200.00
|
Ramin (Gonystillus
bancanuskurtz),
Meranti(Shorea.SP),
Suntai (Palaqium
walsurifalium), Punak
(Tetrameristaglabra
miq), Kempas
(Koompassia
malacensis Maig),
Bitangur
(Galophyllum
spp), dll
|
Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),Burung
Enggang (Buceros
rhinoceros, Harimau Loreng
Sumatra (Panthera
tigris
sumatrensis), Kera Ekor
Panjang (Macaca
fescicularis), Beruk (Nacaca
nemestrina) Belibis
(Dendrocygna javanica),
Enggang (Buceros
rhinoceros), Kuntul (Egretta
spp), Ikan Arowana
(Schleropages
formosus)dll.
|
Kab.
Pelalawan
|
1. Pencurian kayu dan
penangkapan ikan di
dalam kawasan
2. Sarana dan prasarana
pengamanan kawasan
masih sangat terbatas
3. Kawasan ini belum di
tata
batas.
|
Suaka
Margasatwa
Giam Siak
Kecil
|
Suaka Margasatwa
SK Gubernur KDH
TK.I No 342/XI/1983
Tanggal 3
Nopember 1983
Luas
: 50,000.00
|
Giam (Cotylelobium
malaxanum),
Meranti(Shorea.SP),
Geronggang
(Cratoxylon
celebicum), Nibung
(Oncosperma
tiggilarium), Pulai
(Alstonia
spp), dll.
|
Gajah (Elephas maximus),
Harimau Dahan (Neofelis
nebulosa), Harimau Loreng
Sumatra (Panthera
tigris
sumatrensis), Rusa (Cervus
timorensi), Beruang Madu
(Helarctosmalayanus),
Enggang (Buceros
rhinoceros),Buaya Muara
(Crocodylus
porosus), dll.
|
Kab. Siak dan
Kab.
Bengkalis
|
1. Penyerobotan lahan
dan pencurian kayu di
dalam kawasan
2. Pemukiman dalam
kawasan sudah ada ada
sebelum penunjukan
kawasan
Pembuatan jalan Pemda
Kabupaten Bengkalis
yang melintas/ membelah
kawasan
|
Hutan Wisata
Sungai
Dumai
|
Hutan Wisata
SK. Gubernur KDH
TK.I Riau No.
85/I/1985 dan SK
Menhut No. 154 /
Kpts-II/1990 Tgl. 10
April 1990
Luas
: 4,712.50
|
Dipterocarpaceae,
Anacardiaciae,
Euphorbeaceae,
Myrtaceae,
Sapotaceae,
dll
|
Harimau Loreng Sumatra
(Panthera tigris
sumatrensis),
Harimau Dahan (Neofelis
nebulosa), Babi Hutan (Sus
scrofa), Kera Hitam (Macaca
fescicularis), Tupai
(Callosciurus notanus),
Ungko (Hylobates agilis),
Trenggiling (Manis
javanica),
Rusa (Cervus timorensi),
Siamang (Syimphalangus
syndactitylus) Musang
(Cynogale benneti),
Rangkong (Rhyticeros
undu
latus), Enggang (Buceros
rhinoceros), Kutilang
(Pycnonots aurigaster),
Ular
(Sanca SP), Biawak
(Varanus
salvtor), dll
|
Kota
Dumai
|
Kawasan hutan Wisata
Sungai Dumai yang
terletak dekat dengan
kota Dumai dan
pemukiman masyarakat
merupakan kawasan
rawan gangguan.
Adapun tantangn dan
tekanan terhadap
Kawasan Hutan Wisata
Sungai Dumai meliputi :
Perambahan,
penyerobotan lahan dan
pencurian kayu dalam
kawasan disamping itu
juga overlaping
pemnfaatan lahan/ijin
pakai dengan kegiatan
pertambangan PT. Caltex
Pacific
Indonesia
|
1.1.7
Perubahan
Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Hutan
rawa gambut adalah hutan yang paling banyak menyimpan CO2 diantara semua hutan.
Formasi hutan dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik habitat fisiknya.
Hutan rawa gambut merupakan suatu formasi hutan yang diberi batasan lebih
dikarenakan oleh habitatnya yang khusus dari pada oleh struktur dan
fisiognominya. Hutan rawa gambut di daerah tropika umumny memiliki flora yang
khusus dan terbatas jenisnya (Whitmore, 1990; 1991)
Saat
ini, sudah banyak terjadi perubahan pada ekosistem hutan rawa gambut. Pembukaan
hutan rawa gambut untuk Perkebunan sawit dan HTI yang terjadi saat ini sangat
berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistim. Kebakaran hutan dan lahan gambut
yang terjadi saat ini dapat dipastikan merupakan rangkaian dari kegiatan
pembukaan lahan (land clearing) untuk perkebunan skala sedang dan besar
(perusahaan), Hutan Tanaman Industri (HTI), usaha pertanian rakyat serta
kegiatan kehutanan lainnya.
Hutan
alam yang tersisa di Propisi Riau pada tahun 2007 seluas 2.478.734 Hektar, 65 %
di dominasi oleh hutan rawa gambut, sementara hutan dataran rendah kering yang
tersisa hanya berada pada kawasan konservasi dan daerah yang sedang
diperjuangkan untuk di konservasi. Disisi lain praktek-praktek pemanfaatan dan
pengelolaan hutan alam dilapangan, saat ini tidak dapat menjamin hutan alam
yang tersisa di Riau dapat dipertahankan.
Proses
Deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat.
Selama kurun waktu 5 tahun (2002-2007) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan
hutan alam seluas 1,044,044 Juta hectare.
Pada
tahun 2002 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 43% (3,523,155
hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8,225,199 Ha (8.265.556,15 hektar
setelah dimekarkan). Pada tahun 2007 hutan alam yang tersisa hanya 2,479,111 ha
(30% dari luasan daratan Riau). Selama Priode ini, Propinsi Riau rata-rata
kehilangan 208,808 hektar/tahun dan selama periode 2005 - 2006 saja hutan alam
yang hilang mencapai 384,577 hectare.
Seiring
semangkin berkurangnya hutan lahan kering dataran rendah Riau, hutan Rawa
Gambut kini benar benar terancam. Tutupan hutan alam Lahan gambut/ Rawa gambut
di Provinsi Riau pada tahun masih 2002 masih 2,280,198 ha. Pada tahun 2007
hutan alam Lahan Gambut/ Rawa gambut di Propinsi ini hanya 1,603,008 ha. Selama
Priode ini, Propinsi Riau rata-rata kehilangan 135,438 hektar/tahun dan dalam
waktu 5 tahun (2002-2007) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam
Lahan Gambut/ Rawa gambut seluas 677,190 hectar atau 19% dari total hutan alam
yang tersisa di tahun 2002.
1.1 Faktor Edaphis Dan Klimatologis Ekosistem
Hutan Rawa Gambut
Gambut adalah bahan tanah yang
tidak mudah lapuk, terdiri dari bahan organik yang sebagian besar belum
terdekomposisi atau sedikit terdekomposisi serta terakumulasi pada keadaan
kelembaban yang berlebihan.
Menurut sistem kalsifikasi taksonomi
tanah (USDA, 1975) tanah gambut termasuk kedalam ordo histosol, yaitu tanah
dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 % tekstur pasir atau lebih dari 30
% tekstur liat. Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya
lebih dari 40 cm. Menurut sistem klasifikasi tersebut, ordo histosol
berdasarkan bahan asal dan tingkat perombakannya dibedakan menjadi empat
sub-ordo, yaitu folist, fibrist, hemist dan saprist. Sub-ordo tersebut
berdasarkan kandungan atau ketebalan bahan penciri dan temperaturnya dibedakan
menjadi beberapa kelompok besar. Untuk daerah tropika nama-nama kelompok besar
antara lain : tropofolist, tropofibrist, tropohemist dan troposaprist. Kelompok
besar ini secara umum mempunyai perbedaan temperatur rata-rata musim panas dan
dingin kurang dari 50 C.
Vegetasi bahan pembentuk tanah gambut dipengaruhi oleh keadaan iklim,
kualitas dan tata air tempat pembentukannya. Di daerah dataran tinggi dengan
suhu yang dingin bahan organik yang terbentuk lebih halus dan mudah melapuk
daripada di dataran rendah atau pantai. Vegetasi rawa atau air semula berupa
rumput-rumputan yang membentuk bahan organik lebih dahulu di lapisan bawah,
untuk kemudian ditimbun oleh bahan vegetasi yang lebih besar di atasnya. Oleh
karena itu, tanah gambut mempunyai lapisan-lapisan dengan perbedaan kualitas
karena vegetasi yang memberikan bahan organik berbeda (Suhardjo, 1983).
Selanjutnya Suhardjo (983) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik tanah gambut ditentukan oleh tingkat dekomposisi atau kematangan bahan organik pembentuk gambut. Tingkat kematangan gambut ini dicirikan oleh kandungan serat bahan organik tersebut. Yang dimaksud serat adalah potongan atau kepingan jaringan tumbuhan yang tertahan oleh jaring dengan ukuran mesh 100, tidak termasuk akar hidup dan struktur jaringannya masih dapat dikenali.
Selanjutnya Suhardjo (983) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik tanah gambut ditentukan oleh tingkat dekomposisi atau kematangan bahan organik pembentuk gambut. Tingkat kematangan gambut ini dicirikan oleh kandungan serat bahan organik tersebut. Yang dimaksud serat adalah potongan atau kepingan jaringan tumbuhan yang tertahan oleh jaring dengan ukuran mesh 100, tidak termasuk akar hidup dan struktur jaringannya masih dapat dikenali.
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH
3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut
dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa
rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan
berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun
umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro,
khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi
(Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Gambut yang dipengaruhi air sungai, payau atau air laut
lebih kaya unsur hara dibandingkan dengan gambut yang hanya tergantung air
hujan saja. Kualitas air mempengaruhi kesuburan gambut yang terbentuk.
Sedangkan tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh kandungan N, K2O,
P2O5, CaO dan kadar abu. Semakin tinggi nilai-nilai tersebut semakin tinggi
kesuburannya (Fleischer dalam Supraptohardjo,1974).
A.
Pembagian
Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang
tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi
tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a. Gambut
endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b. Berserat:
Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi
c. Gambut
kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan
sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
1.
Gambut topogen ialah lapisan tanah
gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada
tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut
jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua
gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua
umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan
permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya.
Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut
dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang
keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga
sungai air hitam.
1.1 Pola Rantai Makanan, Jaring-Jaring Makanan,
Piramida Makanan, Biomasa, Piramida Makanan Pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Dalam ekosistem hanya tumbuhan
hijau yang mampu menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis
dengan bantuan air, karbondioksida, klorofil dan cahaya matahari. Mahluk
hidup lain memperoleh makanan dengan proses interaksi dengan mahluk hidup lain
melalui pola-pola interaksi tertentu. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup
sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup tanpa peran mahluk hidup lain.
Salah satu bentuk interaksi antar mahluk hidup tersebut adalah proses makan dan
dimakan yang jika disusun secara berurutan akan membentuk suatu rantai makanan.
a. Rantai
Makanan
Rantai makanan adalah peristiwa
makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai
makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan
dekomposer. Berikut adalah contoh sebuah rantai makanan.
Pada rantai makanan tersebut terjadi proses makan dan
dimakan dalam urutan tertentu yaitu rumput dimakan belalang, belalang dimakan
katak, katak dimakan ular dan jika ular mati akan diuraikan oleh jamur yang
berperan sebagai dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan
untuk tumbuh dan berkembang.
Tiap tingkat dari rantai makanan dalam suatu ekosistem
disebut tingkat trofik. Pada tingkat trofik pertama adalah organisme yang mampu
menghasilkan zat makanan sendiri yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof
dengan kata lain sering disebut produsen. Organisme yang menduduki tingkat
tropik kedua disebut konsumen primer (konsumen I). Konsumen I biasanya
diduduki oleh hewan herbivora. Organisme yang menduduki tingkat tropik ketiga
disebut konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan pemakan daging
(carnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi
disebut konsumen puncak.
Dengan
demikian, pada rantai makanan tersebut dapat dijelaskan bahwa :
1.
Rumput
bertindak sebagai produsen.
2.
Belalang
sebagai konsumen I (Herbivora)
3.
Katak
sebagai konsumen II (Carnivora)
4.
Ular
sebagai konsumen III/konsumen puncak (Carnivora)
5.
Jamur
sebagai dekomposer.
b. Jaring-jaring Makanan
Rantai makanan merupakan
gambar peristiwa makan dan dimakan yang sederhana. Kenyataannya dalam
satu ekosistem tidak hanya terdapat satu rantai makanan, karena satu produsen
tidak selalu menjadi sumber makanan bagi satu jenis herbivora, sebaliknya satu
jenis herbivora tidak selalu memakan satu jenis produsen. Dengan demikian, di
dalam ekosistem terdapat rantai makanan yang saling berhubungan membentuk suatu
jaring-jaring makanan.
Jadi apakah jaring-jaring
makanan itu? Jaring-jaring makanan merupakan sekumpulan rantai makanan yang
saling berhubungan. Perhatikan contoh jaring-jaring makanan berikut!
c.
Piramida Makanan
Seumpama
katak pada contoh rantai makanan di atas dihilangkan, apa yang akan terjadi?
Kemungkinan yang terjadi adalah jumlah belalang akan meningkat karena tidak ada
pemangsanya. Kebalikannya jumlah ular akan berkurang karena tidak ada makanan.
Yang terjadi berikutnya adalah belalang pun akan banyak yang mati karena jumlah
rumput tidak bisa memenuhi kebutuhan makan belalang yang jumlahnya bertambah
banyak.
Dari
ilustrasi di atas, sebuah ekosistem akan seimbang dan terjaga kelestariannya
apabila jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen I, jumlah
konsumen I harus lebih banyak daripada konsumen II, dan seterusnya. Apabila
kondisi tersebut digambarkan maka akan terbentuk suatu piramida makanan.
Berikut adalah contoh piramida makanan dari jaring-jaring kehidupan di atas.
Kita
sebagai mahluk hidup senantiasa bergantung pada mahluk hidup lain. Seperti
kalian ketahui di atas, bahwa keseimbangan ekosistem sangat penting bagi
kelangsungan hidup mahluk hidup. Untuk itu kita harus arif dan bijak dengan
tidak melakukan perusakan lingkungan demi keseimbangan alam dan kelangsungan
hidup kita. Mari cintai lingkungan hidup kita mulai dari yang terdekat dengan
menjaga kelestarian alam di sekitar kita.
BAB II
EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
KABUPATEN SIAK
2.1 Gambaran Umum
Lokasi Penelitian
Propinsi Riau terletak di pesisir Timur pulau
Sumatra, secara georafis sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan
Propinsi Sumatera Utara; sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi
Sumatera Barat; sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Kepulauan Riau dan
Selat Malaka; sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan
Propinsi Sumatera Utara. Propinsi Riau terhampar dari lereng Bukit Barisan
sampai dengan Selat Malaka, terletak antara 010 05' 00’’ Lintang Selatan sampai
02025'00’’ Lintang Utara atau antara 100 00'00’’ Bujur Timur sampai 105005'00’’
Bujur Timur. Daerah Propinsi Riau terdiri dari 9 kabupaten (Kuantan Singingi,
Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis
dan Rokan Hilir) dan 2 kota yaitu Kota Pekanbaru (Ibukota Provinsi Riau), dan
Kota Dumai.
Propinsi Riau
merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatra 4,044 juta
ha1 (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatra atau 45% dari luas daratan
Propinsi Riau). Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong yang paling
tinggi di seluruh Sumatera bahkan se-asia tenggara.
Provinsi Riau sangat kaya akan
tanah gambut, hampir ¾ dari luas wilayah Riau terdiri atas hutan rawa gambut. Kuliah
lapangan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami ekosistem hutan rawa
gambut, sehingga dilakukanlah penelitian yang dimulai dari Sungai Mandau,
Kabupaten Siak. Setelah itu menuju ke Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelelawan
dengan melewati beberapa desa seperti Desa Olak, Desa Tunang Kec. Siak
Kab.Siak, Desa Merempan Hulu, dll.
Penelitian dilakukan di lima (5) lokasi, yaitu:
-
lokasi pertama adalah sungai Mandau Desa Olak,
Kabupaten Siak
Di Lokasi ini
terdapat kanal ukuran 2 meter
-
lokasi kedua dan ketiga masih di Desa Olak
Kabupaten Siak
Di lokasi ini
terdapat kanal yang lebih besar yang digunakan oleh pompon untuk mengangkut
batang tanaman akasia yang kemudian akan dibawa oleh mobil tronton ke pabrik-pabrik
seperti PT. INDAH KIAT PULP AND PAPER ataupun pabrik PT. RIAU ANDALAN PULP AND
PAPER (RAPP) yang kemudian akan diolah menjadi berbagai jenis kertas dan tisu
lalu diekspor ke Eropa.
2.1.2 Pemanfaatan
Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Hutan
Rawa gambut yang ada di Riau merupakan 56,1 % dari total hutan rawa
gambut di Indonesia ( 18,586 juta ha). Laju kerusakan hutan di Indonesia
rata-rata 2,5 juta ha/tahun, sedangkan Riau memberi kontribusi rata-rata
150.000 ha pertahun kurun waktu 8 tahun sejak 1998-2006. Laju kerusakan
hutan tersebut tertutama disebabkan oleh penghancuran hutan secara legal maupun
illegal. Saat ini kawasan hutan Riau yang mengalami degradasi yang cukup parah
adalah kawasan hutan rawa gambut dan oleh karena itu akan terjadi kebakaran
hutan dan lahan yang hebat setiap tahunnya. Indonesiapun dituduh sebagai negara
perusak hutan tercepat dunia (Green peace 2007) dan penyumbang emisi no 3
dunia.
Kerusakan hutan gambut di Riau merupakan akibat dari salah
dalah memanfaatkan lahan tersebut. Dengan kata lain, pengalihan fungsi hutan rawa gambut pasti akan
diikuti dengan perubahan ekosistem yang sangat cepat dan ditandai dengan meningkatnya intensitas malapetaka bagi
manusia.
Berdasarkan fakta di
lapangan, hampir seluruh hutan rawa gambut di Riau Kabupaten Siak sudah
terdegradasi menjadi hutan tanam industry (HTI) oleh perusahaan-perusahaan
untuk kepentingan pribadi. HTI telah membuka kanal-kanal di kawasan penyangga, jika
tidak dapat dikelola secara baik akan berdampak buruk pada kawasan ekosistem
ini yaitu akan mengeluarkan pyrite-zat asam, nutrien, dan melepas karbon
sehingga berdampak rusaknya ekosistem ini dan pemanasan global. Selain itu jika
water table menurun, maka terjadi perubahan suhu dan kelembaban
di lapisan gambut dekat permukaan, sehingga mempercepat proses pelapukan. Selain itu terjadi intrusi air laut sehingga flora dan fauna akan hilang dan
menjadi kawasan yang sangat kritis. Limin (1998) menyatakan walaupun
pelapukan bahan organik tersebut menghasilkan hara bagi tanaman, pelapukan juga
menghasilkan asam organik yang berpengaruh lebih kuat dan dapat menyebabkan
keracunan bagi tanaman.
2.2 Jaring-Jaring
Makanan Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Rantai makanan adalah Jalur
makan dan dimakan dari organisme pada suatu tingkat trofik ke tingkat trofik
berikutnya yang membentuk urutan dan arah tertentu.
Berdasarkan Jikalahari rantai makanan di hutan rawa
gambut yang sehat adalah
Darat :
Air :
Air :
Keterangan:
Produsen: Fitoplankton
Konsumen I: Zooplankton
Konsumen II: Ikan Kecil
Konsumen III: Ikan Besar
Top Predator: Biawak
Sedangkan rantai makanan di hutan rawa gambut yang telah
terdegradasi adalah:
Darat :
Keterangan:
Produsen: Tumbuhan
Konsumen: Burung
Top Predator: Biawak
Air :
Keterangan:
Produsen: Fitoplankton
Konsumen I: Zooplankton
Konsumen II: Ikan
Top Predator: Biawak
Matahari adalah sumber utama energi bagi
kehidupan di Bumi. Tanpa itu, tidak akan mampu bertahan. Akibatnya, makhluk
hidup telah berevolusi secara khusus untuk
memanfaatkan energi matahari dan menggunakannya untuk kesejahteraan sendiri
mereka. Mereka juga telah mengembangkan hubungan khusus dan interaksi yang
memungkinkan energi dapat ditransfer. Setelah energi dapat diterima, itu akan
diedarkan melalui berbagai organisme di daerah tertentu. Ini transfer energi
yang kemudian disebut jaring makanan.
Berdasarkan Jikalahari jaring – jaring makanan di hutan
rawa gambut yang sehat adalah
Darat :
Air :
Sedangkan jarring - jaring
makanan di hutan rawa gambut yang telah terdegradasi adalah:
Darat :
Air :
2.3 Interaksi Antara
Tumbuhan Pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut
·
Simbiosis komensalisme adalah hubungan antara dua
jenis organisme yang berbeda spesies dimana salah satu spesies
diuntungkan,sedangkan spesies yang lain tidak dirugikan.pada hutan rawa gambut
yang kami kunjungi kami menemukan contoh tanaman yang bersimbiosis mutualisme
yaitu tanaman bunga anggrek sebagai tumbuhan epifit pada akasia dan liliana
yang membelit pada tanaman pandan berduri.
·
Simbiosis parasitisme adalah hubungan antara
organisme yang berbeda spesies dimana akibat dari hubungan tersebut terdapat
pihak yang dirugikan (inang) dan pihak yang diuntungkan (parasit).contohnya
serangga yang membuat sarang pada pohon sehingga pohon jadi berlubang dan lama
kelamaan akan lapuk.
·
Kompetisi
Terjadi karena persaingan mahkluk hidup untuk
memperoleh kebutuhan hidup dan kekuasaan salah satu atau semua hal
tersebut.contohnya pohon akasia dimana Terjadi perebutan hara antar sesama
akasia,hal ini dikarenakan dihutan gambut sangat miskin hara dan hanya
didominasi oleh serasah yang tebal kedalamannya hampir 10 m.
2.5 Piramida Biomassa
Seringkali
piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi
dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan
piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu.
Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme
di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat
diperkirakan.
Piramida
biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat
tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka
biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh
biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang
lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
2.6 Piramida makanan
Piramida makanan adalah suatu
piramida yang menggambarkan perbandingan komposisi jumlah biomassa dan energi
dari produsen sampai konsumen puncak dalam suatu ekosistem. Dalam ekosistem yang seimbang jumlah produsen lebih banyak
daripada jumlah konsumen tingkat I, jumlah konsumen tingkat II lebih banyak
daripada konsumen tingkat III, demikian seterusnya. Hal ini disebabkan oleh
hilangnya energi pada setiap tingkatan makanan. Jika rantai makanan digambarkan
dari produsen sampai konsumen tingkat tinggi, maka akan terbentuk suatu
piramida makanan.
Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik
yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan
seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik
utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat
tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat
tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi
berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik
yang semakin tinggi, jumlahnya semakin sedikit.
Piramida makanan di darat!
Piramida makanan di air!
KESIMPULAN
Rawa
merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya
daat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi).
Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis
floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp),
terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan,
pandan, palem-paleman dan berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau
(Panthera tigris), Orang
utan (Pongo pygmaeus),
rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus
scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.
Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan
rawa dibedakan dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang
surut/rawa pedalaman.
Hutan
rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya
terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang
dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah
organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan
terletak diantara dua sungai besar.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar